Assalamu Alaikum Wr.Wb. dan Salam Sejahtera....Selamat Datang di LM3 Model GMIM NAFIRI Manado dan P4S PELANGI Manado, Sulawesi Utara....Solusi Indonesia Hijau ..... Hijaukan Indonesia dengan Pertanian Terpadu Bebas Sampah .... Indonesia Integrated Farming Zero Waste...STOP GLOBAL WARMING

Info dari Situs LEKADnews Jakarta

LEKAD SEBAGAI LEMBAGA YANG TELAH BERPENGALAMAN DALAM KAJIAN, FASILITASI, PUBLIKASI DAN PELATIHAN DIBIDANG KERJASAMA DAERAH SEJAK 2005 MENAWARKAN PELATIHAN PEDOMAN DASAR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH KEWILAYAHAN. PELATIHAN INI AKAN DISELENGGARAKANA PADA: HARI RABU S/D JUMAT 27-29 APRIL 2011, BERTEMPAT DI GRAHA WISATA KUNINGAN, JL. H.R RASUNA SAID KUNINGAN, JAKARTA_ INFO SILAKAN KONTAK WILDA (081314246402) ATAU H.ASRUL HOESEIN (085215497331) TERIMA KASIH.

Selasa, 23 Februari 2010

Mengelola Sampah, Mengelola Gaya Hidup




Pengelolaan Persampahan:Menuju Indonesia Bebas Sampah (Zero Waste )

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya hidup masyrakat.

Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur = 55.000 m3). [Bapedalda, 2000]. Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di Medan dan Bandung. Kota metropolitan lebih banyak menghasilkan sampah dibandingkan dengan kota sedang atau kecil.

Jenis Sampah

Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sapah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dll. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami.

Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang terdesentralisisasi sangat membantu dalam meminimasi sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengleolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sapah bersifat terpusat. Misanya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuag di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi. Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal, dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau RW, dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat diturunkan/dikurangi.

Alternatif Pengelolaan Sampah

Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah lingkungan. Malahan alternatif-alternatif tersebut harus bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru. Daripada mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat, minimisasi sampah harus dijadikan prioritas utama.

Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah.

Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi/ mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa di daur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan.

Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama program-program di negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung) merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh sukses adalah zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu sistem pengumpulan dan daur-ulang sampah yang mampu mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang terkumpul dan mempekerjakan 40,000 orang.

Secara umum, di negara Utara atau di negara Selatan, sistem untuk penanganan sampah organik merupakan komponen-komponen terpenting dari suatu sistem penanganan sampah kota. Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan dengan cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan nutirisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak terkontaminasi, yang juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah menciptakan lebih banyak pekerjaan per ton sampah dibandingkan dengan kegiatan lain, dan menghasilkan suatu aliran material yang dapat mensuplai industri.

Tanggung Jawab Produsen dalam Pengelolaan Sampah

Hambatan terbesar daur-ulang, bagaimanapun, adalah kebanyakan produk tidak dirancang untuk dapat didaur-ulang jika sudah tidak terpakai lagi. Hal ini karena selama ini para pengusaha hanya tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan Tanggungjawab Produsen (Extended Producer Responsibility - EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. Kebijakan ini memberikan insentif kepada mereka untuk mendisain ulang produk mereka agar memungkinkan untuk didaur-ulang, tanpa material-material yang berbahaya dan beracun. Namun demikian EPR tidak selalu dapat dilaksanakan atau dipraktekkan, mungkin baru sesuai untuk kasus pelarangan terhadap material-material yang berbahaya dan beracun dan material serta produk yang bermasalah.

Di satu sisi, penerapan larangan penggunaan produk dan EPR untuk memaksa industri merancang ulang ulang, dan pemilahan di sumber, komposting, dan daur-ulang di sisi lain, merupakan sistem-sistem alternatif yang mampu menggantikan fungsi-fungsi landfill atau insinerator. Banyak komunitas yang telah mampu mengurangi 50% penggunaan landfill atau insinerator dan bahkan lebih, dan malah beberapa sudah mulai mengubah pandangan mereka untuk menerapkan “Zero Waste” atau “Bebas Sampah”.

Sampah Bahan Berbahaya Beracun (B3)

Sampah atau limbah dari alat-alat pemeliharaan kesehatan merupakan suatu faktor penting dari sejumlah sampah yang dihasilkan, beberapa diantaranya mahal biaya penanganannya. Namun demikian tidak semua sampah medis berpotensi menular dan berbahaya. Sejumlah sampah yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas medis hampir serupa dengan sampah domestik atau sampah kota pada umumnya. Pemilahan sampah di sumber merupakan hal yang paling tepat dilakukan agar potensi penularan penyakit dan berbahaya dari sampah yang umum.

Sampah yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan dan pembuangan, dan beberapa teknologi non-insinerator mampu mendisinfeksi sampah medis ini. Teknologi-teknologi ini biasanya lebih murah, secara teknis tidak rumit dan rendah pencemarannya bila dibandingkan dengan insinerator.

Banyak jenis sampah yang secara kimia berbahaya, termasuk obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Sampah-sampah tersebut tidak sesuai diinsinerasi. Beberapa, seperti merkuri, harus dihilangkan dengan cara merubah pembelian bahan-bahan; bahan lainnya dapat didaur-ulang; selebihnya harus dikumpulkan dengan hati-hati dan dikembalikan ke pabriknya. Studi kasus menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterapkan secara luas di berbagai tempat, seperti di sebuah klinik bersalin kecil di India dan rumah sakit umum besar di Amerika.

Sampah hasil proses industri biasanya tidak terlalu banyak variasinya seperti sampah domestik atau medis, tetapi kebanyakan merupakan sampah yang berbahaya secara kimia.

Produksi Bersih dan Prinsip 4R

Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis. Prinsip-prinsip Produksi Bersih adalah: Prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian misalnya dengan menerapkan Prinsip 4R yaitu:

a) Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
b) Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
c) Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
d) Replace ( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidka bisa didegradasi secara alami. (repost>asrul_Manado-23Februari2010)

Asrul Hoesein> Advisor LM3 Model Nafiri Manado

Sumber Artikel :
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

LM3 kikis kemiskinan di desa


Pemerintah pakai Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) kikis kemiskinan di desa

Oleh: Martin Sihombing


Pemerintah-Deptan dan Depag-mencoba memanfaatkan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) dengan basis pertanian untuk mensejahterakan masyarakat khususnya di pedesaan.

Mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan lembaga kemasyarakatan-termasuk keagamaan sepeti pesantren, paroki, subak-mempunyai potensi besar karena memiliki pemimpin yang kharismatik.

"Mereka mudah menggerakan masyarakatnya. Termasuk ke agribisnis," ujar Mentan di Pusat Pelatihan dan Pendidikan SDM Deptan di Ciawi, Bogor akhir pekan lalu.

Dari hasil studi kasus, LM3 mayoritas memiliki binaan di satu hingga tujuh desa, mampu melayani kepentingan publik seperti koperasi, poliklinik, rumah bersalin, usaha pertanian, peternakan dan usaha kecil lainnya dan didukung oleh pemimpin formal dan informal.

Pemberdayaan 'keluarga besar' LM3 sebagai basis jaringan kerja merupakan landasan yang baik untuk menghimpun dan memperluas jaringan. Target program LM3 itu untuk menciptakan kemandirian (mampu mengatasi masalahnya sendiri). "Sarana pendidikan, a.l bagi santri untuk memiliki jiwa wirausahawan."

Dana LM3 2006 dan 2007
TahunJumlah lembagaBantuan dana
2006431Rp109 miliar
20071.000-anRp250 miliar
Sumber: Deptan

Mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni mengatakan krisis moneter menimbulkan kemiskinan dan kebodohan. Pondok pesantren 90% ada di pedesaan. LM3 akan mendobrak kemiskinan. "Jika berjalan, maka kalau ada 400 pesantren, misalnya, banyak orang yang terdorong," tutur dia.

Mentan mengatakan banyak LM3 seperti pesantren yang memiliki lahan luas tapi tidak digarap. "Ini sayang jika tidak dilakukan. Dengan LM3 mudah-mudahan itu akan digarap."

Kepala Baddan Sumber Daya (SDM) Pertanian Deptan Ato Suprapto mengatakan peran pemerintah membantu pengembanan SDM Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) LM3, fasilitator dan mediator dalam membantu tercipta program pembinaan SDM iptek melalui jaringan LM3, mewujudkan pemagangan SDM Iptek LM3 di perusahaan dan membantu menggali dana pengembangan SDM dan program LM3 lainnya.

Ada lima syarat memperoleh bantuan. Pertama, LM3 berkomitmen dalam pengembangan agribisnis. Kedua, ada kesesuaian antara potensi wilayah dan program agribisnis yang dikembangkan.

Ketiga, mendukung target dan pencapaian tiga program utama Deptan (ketahanan pangan, kesejahteraan rakyat dan peningkatan nilai tambah). Keempat, memiliki usaha agribisnis yang relatif sudah berjalan. Kelima, punya relasi kemitraan dengan masyarakat lokal.

Martin Sihombing
Bisnis Indonesia

Rabu, 10 Februari 2010

Mendulang Emas dari Sampah


Oleh : H.Asrul Hoesein
Advisor LM3 Model GMIM Nafiri Kota Manado, Sulut.

Sampah adalah bahan yang tidak berguna, tidak digunakan atau bahkan bahan yang terbuang sebagai sisa dari sesuatu proses yang dihasilkan dari aktifitas manusia.

Sampah biasanya berupa padatan atau setengah padatan yang dikenal dengan istilah sampah basah dan sampah kering. Sampah bias berasal dari kegiatan rumah tangga maupun sampah dari kegiatan komersial seperti pasar, limbah dari pabrik, kotoran hewan/ternak (kohe) dan unggas hinggasisa tanaman lainnya.

Sampah berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi sampah organic yaitu sampah yang sebagian senyawa organikseperti sisa tanaman (jerami,dll), hewan, atau kotoran hewan, sampah jenis ini mudah diuraikan oleh jasad hidup khususnya mikroorganisme. Sedang sampah Anorganik adalah jenis sampah yang tersusun oleh senyawa anorganik seperti plastic, botol, logam yang sulit untuk diuraikan oleh jasad renik.

Sampah-sampah tersebut oleh sebagian orang dianggap hal sangat kotor dan menjijikan, tidak ada manfaatnya padahal dari sampah tersebut bias mendulang “emas” khususnya dari sampah organic yang di olah menjadi kompos (pupuk organic) yang mempunyai nilai jual lebih bagus (pengalaman penulis, membuktikan bahwa 1 ton sampah organic bila di olah menjadi pupuk kompos padat dan pupuk kompos cair, dapat menghasilkan sekitar 1,5 juta rupiah), mau coba klik di sini. Bahkan untuk memudahkan dan menambah nilai jual dapat dibuat dalam bentuk granul atau butiran-butiran kecil.

Jumlah sampah organic setiap harinya terus bertambah, dan bila tidak diolah tentu akan mendatangkan banyak masalah, terutama pencemaran lingkungan. Namun jika kita mengolahnya menjadi kompos dan menjualnya akan mendatangkan rupiah, membuka lapangan pekerjaan baru, tentu saja sampah akan menjadi barang berharga dan bahkan suatu waktu akan kita cari. Terlebih dewasa ini, kebutuhan akan pupuk organic di Indonesia, pada tahun 2010 membutuhkan 12 juta ton, dan itu akan meningkat terus, yang diperkirakan pada tahun 2015 dibutuhkan 15 juta ton pupuk organic, itu semua demi mensukseskan atau merealisir pembangunan pertanian organic Indonesia.

Untuk pengolahan sampah bisa dilakukan sendiri atau basis komunitas dengan melibatkan warga di lingkungan tempat tinggal seperti RT, RW atau Karang Taruna/Kelompok Tani. Sampah-sampah tersebut dipilah yang organic dan anorganik, yang anorganik bias dijual kepada pemulung dan yang organic untuk diolah menjadi kompos.

Mengolah sampah menjadi komposdapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai yang sederhana hingga yang memerlukan mesin (skala industry/komersial > Info hal ini bias Anda dapat di Kencana Online klik di sini). Berbagai mesin yang digunakan untuk membuat kompos, seperti mesin komposter (berbagai ukuran/model), mesin pencacah atau penghancur dengan berbagai kapasitas produksi yang dilengkapi dengan penggerak elektrik motor/listrik, mesin untuk mengayak sekaligus untuk mengemas, mesin pengering, hammer mill yaitu mesin untuk menghaluskan bahan sebelum dibuat granul dan mesin granul.

Agar pupuk organic yang diedarkan/digunakan petani terjamin mutu dan efektivitasnya, maka pupuk harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 28/Permentan/OT.140/5/2009 tentang pupuk organic, pupuk hayati dan pembenah tanah.

Kebutuhan pupuk organic dari tahun ke tahun terus meningkat untuk tahun 2010 diperkirakan sekitar 12 juta ton dan tahun 2015 akan mencapai 15 juta ton. (sumber; sinartani,2009)

Catatan : Untuk masyarakat (person/kelompok) bila berkeinginan membuka usaha dalam pengelolaan sampah atau limbah pertanian atau membutuhkan pupuk kompos padat dan cair atau pupuk Tablet NPK Plus Gramafix (bebas edar di Indonesia dan ekspor), bisa berhubungan dengan penulis (PT. Cipta Visi Sinar Kencana, Bandung, sebagai perusahaan principal, produsen alat dan bahan pengelolaan pupuk organic basis sampah kota), untuk melihat profil produk kami, silakan ke situs kencana online klik di sini, kami siap membantu sekaligus bermitra dengan Anda. Atau email kami di hasrulhoesein@gmail.com atau CP: 085215497331 (Asrul) atau 04112686031 (Iwan).
Atau hubungi LM3 Model GMIM Nafiri Manado, Sulawesi Utara, CP: 08124424964 (Erisman Panjaitan, SE), atau wilayah Kota Palopo Sulawesi Selatan, CP: 08124230199 (Syamsul Alam, SIP, M.Si), untuk Kab. Bone Sulawesi Selatan, CP: 08124270311 (Agus Wandy. AH) atau CP: 081524139294 (Abd. Azies Hoesein). Kab. Takalar Sulawesi Selatan, CP: 081241171001 (H.Baharuddin), Untuk Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, CP: 081341791509 (Akbar Sagoni), kami juga bersedia mendampingi Anda dalam presentasi di pemerintah kab/kota dalam kaitan pengelolaan sampah menjadi pupuk organic kompos (pengembangan ekonomi kreatif di tingkat masyarakat/petani Indonesia).

Manado, 7 Pebruari 2010

Selasa, 09 Februari 2010

Ruang lingkup kegiatan LM3

Gambar : LM3 Model Nafiri Manado bersama Pemkot Manado, c/q: Dinas Pertanian dan Peternakan dan Badan Penyuluh Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Manado mengadakan pelatihan Pembuatan Pupuk Organik Kompos Basis Sampah Kota/Limbah Pertanian pada Anggota KTNA Kota Manado di Lokasi Perkebunan Organik LM3 Model Nafiri, Kel. Bengkol, Kec. Mapanget Kota Manado; Praktek menggunakan Aktivator/Bulking Agent dan Teknologi Komposter BioPhosko, produk PT. Cipta Visi Sinar Kencana, Bandung (dok. asrul)

Ruang lingkup kegiatan LM3


Oleh: H. Asrul Hoesein

advisor LM3 Model GMIM Nafiri Manado.


LM3 dikelola oleh Kementerian Pertanian c/q Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian [ BPSDP-Kementerian Pertanian ]


Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3) adalah lembaga mendiri yang tumbuh dan berkembang di masyarat dengan kegiatan peningkatan gerakan moral melalui kegiatan pendidikan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program pegembangan LM3 adalah suatu upaya pemberdayaan SDM dan penguatan kelembagaan, khususnya kelembagaan keagamaan (pesantren, greja, pura, dll) di bidang usaha agribisnis yang berada di LM3. Program ini mulai dikelola oleh BPSDMP pada tahun 2006. Persyaratan yang harus dimiliki LM3 terpilih untuk mendapat mengikuti program ini adalah memiliki potensi sumberdaya yang mengdukung, sudah memiliki embrio usaha agribisnis dan mempunyai kemauan untuk mengembangkan agribisnis. Melalui program pengembangan LM3 ini, diharapkan akan tumbuh usaha agribisnis yang berdaya saing di LM3 sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar lokasi LM3. Output yang diharapkan dari pelaksanaan program ini adalah:


1.

tumbuhnya kesadaran LM3 dalam pengembangan usaha agribisnis di lembaganya

2.

dimanfaatkannya lahan/sumberdaya alam bagi peningkatan usaha dan pendapatan

3.

tumbuhnya kepedulian untuk mengembangkan usaha agribisnis pada masyarakat di sekitar wilayah LM3

4.

tersusunnya desain metodologi untuk pengembangan usaha agribisnis LM3

Indikator keberhasilan program ini meliputi:


1.

peningkatan usaha agribisnis di LM3

2.

peningkatan kelembagaan ekonomi di LM3

3.

Peningkatan jejaring kerjasama usaha antar LM3 dan stakeholder lainnya

4.

peningkatan peran masyarakat di sekitara LM3 dalam pengembangan agribisnis

5.

peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat


Ruang lingkup kegiatan LM3 mencakup identifikasi dan seleksi LM3, pemberdayaan SDM, penguatan kelembagaan usaha LM3, pengembangan LM3 model, pengembangan jejaring kerjasama (silahturahmi nasional), pembinaan, koordinasi, supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan. Pemberdayaan SDM Lm3 dilakukan untuk meningkatkan kemampuan, kapasitas dan wawasan SDM pengelola LM3 melalui kegiatan-kegiatan pelatihan, magang, sekolah lapang, studi banding dan pendampingan. Materi pemberdayaan SDM LM3 meliputi kewirausahaan (entrepreneurship), administrasi dan manajemen (perencanaan, produksi dan pemasaran), serta teknis pertanian Penguatan kelembagaan usaha LM3 dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan usaha LM3 melalui inkubasi usaha, dan pengembangan jenjang kerjasama (silaturahmi nasional). Tahap awal kegiatan ini dilakukan dengan pengembangan LM3 model kedalam 3 jenis model, yaitu:


1.

LM3 Model untuk pengembangan SDM Pertanian yang difasilitasi agar dapat menjadi teladan dan menjadi pusat informasi dan pembelajaran dalam pengembangan agribisnis bagi LM3 lain dan masyarakat sekitarnya

2.

LM3 Model usah agribisnis yang difasilitasi bantuan sarana prasarana usaha agribisnis dan pemberdayaan SDM serta penguatan kelembagaan usaha LM3

3.

LM3 Model usaha agribisnis perkebunan yang difasilitasi bantuan sarana prasarana usaha agribisnis (usaha perkebunan) dan pemberdayaan SDM seta pwnguatan kelembagaan usaha LM3



Kamis, 04 Februari 2010

LM3 BANGUN PERTANIAN ORGANIK DARI DESA


Geliat LM3 GMIM Nafiri, LM3 Model Tanaman Hortikultura, Kota Manado
Sulawesi Utara.

LM3 BANGUN PERTANIAN ORGANIK DARI DESA.

Oleh: H.Asrul Hoesein
Advisor LM3 Model GMIM Nafiri Manado.


Program pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) menjadi salah satu strategi pembangunan pertanian yang dirintis mulai tahun 1991, sebagai upaya untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan pengangguran di pedesaan.

Program LM3 dirancang untuk memberdayakan kelembagaan keagamaan seperti Pondok Pesantren, Paroki, Seminari, Vihara, Pasraman, Subak, dalam pengembangan usaha agribisnis di pedesaan. Program ini diharapkan dapat merangsang tumbuh dan berkembangnya usaha agribisnis di pedesaan, dimana diharapkan LM3 sebagai pusat pendidikan agama, juga diberikan isdi saann. Program ini diharapkan dn dan pengaperan sentral sebagai pusat pengembangan agribisnis (agent of development).

Untuk melanjutkan program pengembangan agribisnis sekaligus dalam rangka mengantisipasi dampak krisis keuangan global terhadap masyarakat miskin dan kelompos masyarakat yang rentan lainnya di pedesaan, sejak tahun 2006 s/d 2009. Kementerian Pertanian telah mengalokasikan dana APBN lebih dari Rp. 700 milyar untuk pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis melalui 4.354 LM3 yang tersebar di seluruh Indonesia.

PERTANIAN DAN ENERGI yang cerah akan menjadi institusi negara.
Hal itulah yang paling berharga dibandingkan dengan yang lain.
DUA HAL ITU akan membawa kita bersama mendapatkan banyak hal,
dan sebagai penolong yang lebih baik, dari pada yang lain.
Abraham Lincoln
(Preseiden Amerika Serikat, 1861-1865)


LM3 GMIM NAFIRI Kota Manado Sulawesi Utara, didirikan pada tahun 2008, dengan program program awalnya adalah pengembangan tanaman hortikultura, khususnya tanaman cabe (baca:Rica, Manado, cabe di Manado merupakan makanan pelengkap utama masyarakat "Kota Nyiur Melambai" Kawanua ini, tak lengkaplah bila tidak dilengkapi cabe, namanya "rica-rica), dimana awalnya perkebunan cabe tersebut hanya di lokasi sekitar kantor LM3 GMIM Nafiri di Kelurahan Paal IV Kecamatan Tikala Kota Manado dan pada tahun 2009 perkebunan cabe (rica) tersebut telah dikembangkan di 2 (dua) lokasi semuanya berada di Kelurahan Bengkol, Kecamatan Mapanget, Kota Manado. Dalam perannya sebagai agent of development di Kota Manado khususnya dan di Provinsi Sulawesi Utara umunya, pada akhir tahun 2009, LM3 GMIM Nafiri Manado, pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian telah menetapkan sebagai LM3 Model (diantara 20 LM3 "Model" yang ada di Indonesia).



LM3 Model GMIM Nafiri telah mengadakan pelatihan bagi Anggota KTNA (Kontak Tani dan Nelayan Andalan) bertempat di lokasi pengembangan perkebunan rica LM3 GMIM Nafiri yang dikemas dengan judul kegiatan “Pelatihan Pengolahan dan Pemanfaatan Pupuk Organik Pada Tanaman Hortikultura”.

Pelatihan diadakan selama 1 (satu) hari penuh (Jam 09.00-16.30 Wita) pada tanggal 28 Januari 2010 yang bertempat di Lokasi Perkebunan Cabe/Rica Organik (Demoplot) LM3 Model GMIM Nafiri Kota Manado. Kegiatan ini diikuti oleh 47 peserta yang terdiri dari Pengurus/Anggota KTNA Kota Manado serta masyarakat dan staf pemerintahan (Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Manado. Pelatihan tersebut di buka oleh Bapak Ir. Philip Sondak (Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan & Ketahanan Pangan Kota Manado), Narasumber : Bapak H.Asrul Hoesein, Pemerhati Lingkungan dan Sampah/Pertanian Organik/PT. Cipta Visi Sinar Kencana Bandung dan Bapak Erisman Panjaitan, SE, Ketua LM3 Model GMIM Nafiri Kota Manado, dan ditutup oleh Bapak Ir. Rekky Poli, MA. (Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Manado) provinsi Sulawesi Utara.

Manado, 4 Pebruari 2010.
Advisor LM3 Model GMIM Nafiri Manado
Kontak Person; 085215497331.

Minggu, 31 Januari 2010

Kesiapan Kota Manado Mengelola Sampah Kota Menjadi Pupuk Organik


Kesiapan Kota Manado Mengelola Sampah Kota Menjadi Pupuk Organik


Oleh : H.Asrul Hoesein

PT.CVSK, Bandung/Konsultan LM3 Model GMIM Nafiri Manado


Dalam pengelolaan sampah memang dibutuhkan sebuah keseriusan yang total, serta perlu perubahan paradigma tentang sampah itu sendiri. Sampah sebenarnya adalah kawan bukan lawan, Cuma manusia kurang mencermati kondisi ini. Sesungguhnya sampah sebenarnya sangat unik bila dikaji secara mendalam. Intinya “sampah adalah berkah dan anugerah dari Allah SWT”. Maka mulai sekarang jangan buang sampah tapi kelola sampah itu dengan bijak. (silakan baca tulisan di blog Gerakan Indonesia Hijau klik di sini atau di sini)


Kehadiran kami PT. Cipta Visi Sinar Kencana, melalui mitra kerja Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) Model GMIM Nafiri Kota Manado, akhir tahun lalu (2009) telah mengajukan sebuah konsep pengelolaan sampah kota dengan system sentralisasi desentralisasi (se-Desentralisasi), dengan pemanfaatan sampah kota menjadi pupuk organic dengan basis komunitas (pola plasma-inti). Hal ini telah ditanggapi positif oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Manado, Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Manado, Badan Penyuluh Pertanian Kota Manado serta masyarakat komunitas petani/pekebun.


Kepedulian akan konsep tersebut telah ditindak lanjuti oleh Kementerian Pertanian melalui Dinas Pertanian dan Peternakan bersama LM3 Model GMIM Nafiri Manado, pada tanggal 28 Januari 2010, telah mengadakan pelatihan “Pengelolaan dan Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Tanaman Hortikultura” yang di ikuti oleh Pengurus/Anggota KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) yang bertempat di lokasi Demoplot LM3 Model GMIM Nafiri Manado.

Sekedar diketahui bahwa juga pada akhir tahun lalu (2009) LM3 GMIM Nafiri Manado, oleh Kementerian Pertanian telah memilih dan menetapkan LM3 GMIM Nafiri Manado sebagai LM3 Model di provinsi Sulawesi Utara, sebagai salah satu LM3 model yang ada di Indonesia. Ini sebuah pekerjaan dan tanggungjawab besar bagi LM3 Model GMIM Nafiri demi menunjang pembangunan pertanian organic di Indonesia, khususnya di provinsi Sulawesi Utara.

Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia 2010.


MAKIN ramainya bumi Nyiur Melambai sebagai tempat MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition), dituntut adanya perubahan di berbagai bidang. Salah satunya model pengelolaan sampah yang telah dilakukan negara-negara maju harus dilakukan di Manado. Ini untuk menunjang Manado Kota Pariwisata (Makota) Dunia 2010.


Karena sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, berpengaruh terhadap volume sampah. Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah organik sebesar 60-70% yang mudah terurai. Sampah organik akan terdekomposisi dan dengan adanya limpasan air hujan terbentuk lindi (air sampah) yang akan mencemari sumber daya air baik air tanah maupun permukaan sehingga mungkin saja sumur-sumur penduduk di sekitarnya ikut tercemar.


Lindi yang terbentuk dapat mengandung bibit penyakit pathogen seperti tipus, hepatitis dan lain-lain. Selain itu ada kemungkinan lindi mengandung logam berat, salah satu bahan beracun. Jika sampah-sampah tersebut tidak diolah, maka selain menghasilkan tingkat pencemaran yang tinggi, juga memerlukan areal Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang luas.


Untuk mengatasi hal tersebut, sangat membantu jika pengolahan sampah dilakukan terdesentralisasi. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengelolaan persampahan terutama di perkotaan tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah terpusat di TPA. Pengolahan sampah terdesentralisasi dapat dilakukan di setiap lingkungan, dengan cara mengubah sampah menjadi kompos.


Dengan cara ini volume sampah yang diangkut ke TPA dapat dikurangi. Pemerintah Kota Manado pada 2007-2008 sebenarnya penah menerapkan hal ini. Tapi sekarang pembuatan kompos oleh para ibu PKK se Kota Manado tak ada kabarnya lagi.

Pengelolaan Sampah Model Plasma-Inti (se-Desentralisasi)


Selain mengubah cara pengelolaan sampah menjadi se-desentralisasi, sistim pengelolaan sampah di TPA juga harus dirubah. Yang saat ini dilakukan masih tergolong primitif. Yakni dikelola dengan cara open dumping (pembuangan terbuka). Sampah diangkut dari sumbernya, lalu dibuang dan ditimbun begitu saja. TPA tipe open dumping sudah tidak tepat untuk menuju Indonesia sehat, dan system tersebut harus segera di tinggalkan (tinggal 8 tahun lagi sejak UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah diberlakukan). Olehnya, secara bertahap semua Kota dan Kabupaten harus segera mengubah TPA tipe open dumping menjadi sanitary landfill. Dianjurkan untuk membuat TPA yang memenuhi kriteria minimum, seperti adanya zona, blok dan sel, alat berat yang cukup, garasi alat berat, tempat pencucian alat berat, penjaga, truk, pengolahan sampah, dan persyaratan lainnya.


Jika pemerintah kabupaten/kota se Sulut jadi memberlakukan Sanitery Land Fill (SLF) di seluruh TPA, masalah sampah terutama di Kota Manado bisa teratasi dengan baik. Dengan sistim ini TPA menjadi tertata sedemikian rupa dan tumpukan sampah yang telah mencapai tinggi 2 meter ditimbun dengan tanah merah setebal 60cm. Tentu pola SLF ini sangat bijak bila disertai dengan pengelolaan sampah kota pola se-desentralisasi dengan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan ekonomi kreatif dengan mengolah sampah kota menjadi pupuk organik di masing-masing sumber sampah (di TPS atau Kelompok Tani/Usaha) basis komunal dengan mempergunakan teknologi tepat guna (TTG), semisal menggunakan teknologi Komposter Biophosko, yang telah di perkenalkan oleh PT. Cipta Visi Sinar Kencana, Bandung, melalui mitranya LM3 Model GMIM Nafiri di Kota Manado provinsi Sulawesi Utara.


Tapi permasalahan sampah juga harus dikelola dari hilir (masyarakat). Di sini, masyarakat yang mempunyai peranan penting. Sebagus apapun program pemerintah tanpa ditunjang masyarakat sia-sia. Biasakan memilah sampah organik dan anorganik sejak dari rumah sebelum dibawah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang ada.


Di Australia, misalnya. Sistem pengelolaan sampah juga menerapkan model pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik. Setiap rumah tangga memiliki tiga keranjang sampah untuk tiga jenis sampah yang berbeda. Satu untuk sampah kering (anorganik), satu untuk bekas makanan, dan satu lagi untuk sisa-sisa tanaman/rumput. Ketiga jenis sampah itu akan diangkut oleh tiga truk berbeda yang memiliki jadwal berbeda pula. Setiap truk hanya akan mengambil jenis sampah yang menjadi tugasnya. Sehingga pemilahan sampah tidak berhenti pada level rumah tangga saja, tapi terus berlanjut pada rantai berikutnya, bahkan sampai pada TPA.

Nah, sampah-sampah yang telah dipilah inilah yang kemudian dapat didaur ulang menjadi barang-barang yang berguna. Jika pada setiap tempat aktivitas melakukan pemilahan, maka pengangkutan sampah menjadi lebih teratur. Dinas kebersihan tinggal mengangkutnya setiap hari dan tidak lagi kesulitan untuk memilahnya. Pemerintah Daerah bekerjasama dengan swasta dapat memproses sampah-sampah tersebut menjadi barang yang berguna. Dengan cara ini, maka volume sampah yang sampai ke TPA dapat dikurangi sebanyak mungkin. Tetapi tetap saja permasalahan sampah ini harus dikelola dari hilir (masyarakat) agar tidak mengotori dan mencemari Manado sebagai kota pariwisata dunia.


Selamat dan Sukses Pak SH.Sarundayang, Gubernur Sulawesi Utara, juga selaku Plt. Walikota Manado, dalam mengantar Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia 2010.


Manado, 30 Januari 2010

Program dan R/D LM3 Model GMIM Nafiri Paal IV

Kota Manado - Sulawesi Utara

Jumat, 29 Januari 2010

Mengajak Petani Bangkit Mandiri Melalui Kelola Sampah

Mendorong tumbuhnya Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat sebagai Embrio Pembentukan inti kawasan agribisnis

oleh : H. Asrul Hoesein
Konsultan LM3 Model GMIM Nafiri Manado, Sulut


Catatan Penulis : Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) GMIM Nafiri Paal IV Manado, pada akhir tahun 2009, Kementerian Pertanian telah menetapkan LM3 GMIM Nafiri Paal IV Manado sebagai LM3 Model di Provinsi Sulawesi Utara (satu-satunya LM3 Model yang ada di provinsi Sulawesi Utara) > Pada Tgl 28 Januari 2010, telah mengadakan Pelatihan Pengelolaan dan Pemanfaatan Pupuk Organik (Kompos) Basis Sampah dengan mempergunakan teknologi Komposter Biophoskko by PT. Cipta Visi Sinar Kencana, Bandung) yang di ikuti oleh Pengurus/Anggota KTNA Kota Manado > Narasumber : Ka.Badan Penyuluh Pertanian Kota Manado, Kadis Pertanian dan Peternakan Kota Manado, Erisman Panjaitan, SE sebagai Ketua LM3 Model GMIM Nafiri dan H.Asrul Hoesein sebagai Pemerhati Lingkungan/Sampah dan Konsultan LM3 Model GMIM Nafiri Paal IV Manado.


Sebagai Embrio Pembentukan Inti Kawasan Agribisnis

Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) merupakan lembaga mandiri yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan kegiatan meningkatkan gerakan moral melalui kegiatan pendidikan dan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Termasuk dalam kategori LM3 antara lain Pondok Pesantren, Seminari, Paroki dan Gereja, Pasraman, Vihara, Subak dll.

Sejarah Penanganan LM3

Sejarah sentuhan Departemen Pertanian terhadap LM3 berawal pada tahun 1991 dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Agama No. 346/1991 dan No. 94/1991. Mulanya LM3 yang difasilitasi adalah lembaga-lembaga Pondok Pesantren, dengan sasaran berkembangnya usaha agribisnis di masing-masing pondok pesantren. Tujuan pengembangan agribisnis di pondok pesantren selama ini adalah (1) untuk memperkuat basis ekonomi pondok pesantren dalam rangka menjalankan visi dan misinya di bidang pendidikan dan pembinaan akhlak bagi para santri serta masyarakat di sekitarnya, dan (2) meningkatkan peran pondok pesantren dalam pembangunan pertanian melalui pengembangan agribisnis di pondok pesantren.

Pembinaan LM3 oleh Departemen Pertanian lebih dikembangkan lagi sejak tahun 1997, yaitu dengan diterbitkannya Surat Menteri Dalam Negeri No. 412.25/1141/PMD tangal 21 Oktober 1996 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 555/Kpts/OT.210/6/97 serta Surat Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian No. RC.220/720/B/VI/1998 tentang Pengembangan Agribisnis LM3.

Fasilitasi LM3 tahun 2006

Pada tahun 2006 ini, melalui SK Menteri Pertanian No. 468/Kpts/KU.210/8/2006 fasilitasi pengembangan agribisnis melalui LM3 akan dilakukan pada 338 LM3 yang tersebar di seluruh provinsi. Dari jumlah tersebut sebanyak 36 LM3 akan dikembangkan sebagai LM3 model. Bidang usaha yang dikembangkan meliputi semua subsektor yaitu tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, dengan kegiatan mulai dari budidaya, pasca panen dan pengolahan hingga pemasaran hasil. Total dana adalah sebesar Rp 100,9 M yang disalurkan melalui 11 (sebelas) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yaitu 3 KPA di Pusat (Ditjen Perkebunan, Ditjen PPHP dan Badan Pengembangan SDM Pertanian) serta 8 KPA di Daerah yaitu pada Balai Besar/Balai Diklat Agribisnis di 8 lokasi. Pedoman pengajuan dan penyaluran dana penguatan modal usaha agribisnis kepada LM3 tersebut adalah seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 282/Kpts/KU.21/4/2006.

Sesuai Pedoman Umum Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Agribisnis LM3 tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian, tujuan pemberdayaan pengembangan usaha agribisnis LM3 adalah Meningkatkan kemampuan dan kemandirian LM3 dalam pengelolaan usaha agribisnis; Mengembangkan kelembagaan ekonomi LM3 seperti koperasi dan lembaga keuangan mikro (LKM), dan Memfungsikan LM3 sebagai Pusat Pelatihan Pertanian dan Pemberdayaan Masyarakat (agent of development).

Tujuan pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis LM3 secara khusus adalah Mendorong tumbuhnya LM3 sebagai embrio pembentukan inti kawasan agribisnis, Mengembangkan usaha agribisnis dan agroindustri di sekitar lokasi LM3, Mengembangkan kemitraan dan jaringan kerjasama agribisnis terpadu, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar LM3.

Adapun sasaran pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis LM3 secara umum adalah: Menguatnya modal usaha LM3 dalam mengembangkan usaha agribisnis; Meningkatnya kemampuan dan kapasitas sumber daya manusia serta kelembagaan usaha agribisnis LM3; Meningkatnya produksi, produktivitas usaha, mutu, daya saing, nilai tambah dan pendapatan LM3 serta masyarakat sekitarnya di bidang agribisnis; Berkembangnya usaha agribisnis termasuk diversifikasi usaha dan agroindustri di LM3 serta masyarakat sekitarnya; Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan para santri/anggota LM3 di bidang agribisnis; dan Meningkatnya kemandirian dan jaringan kerjasama LM3 dengan para stakeholder agribisnis.

Titik Kritis Menuju Keberhasilan

Dari pengalaman selama ini beberapa titik kritis yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan agribisnis di/melalui LM3 adalah:

Pertama pemilihan LM3. Kriteria dan proses pemilihan atau penentuan LM3 yang memperoleh bantuan sangat menentukan keberhasilan program yang akan dilaksanakan. Salah satunya, sebagai contoh, tidak semua LM3 mempunyai visi yang terkait dengan agribisnis, baik sebagai kegiatan penunjang maupun sebagai salah satu misinya. LM3 yang demikian umumnya cenderung hanya memanfaatkan peluang bantuan. Untuk yang demikian, diragukan akan keberhasilannya. Apalagi kalau diharapkan LM3 dapat menjadi agent of development agribisnis bagi masyarakat di sekitarnya, masalah visi dan misi ini perlu betul-betul dicermati.
Kedua, penetapan sasaran pembinaan. Perlu ditetapkan sasaran/target yang jelas dan dapat diukur untuk masing-masing LM3 yang memperoleh bantuan, baik untuk sasaran jangka pendek (1 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan jangka panjang (lebih 10 tahun). Pengurus LM3 yang bersangkutan hendaknya menentukan strategi dan langkah-langkah kongkret dan realistis untuk mencapai sasaran tersebut.

Ketiga, pembinaan teknis dan manajemen. Umumnya LM3 yang diberi bantuan belum cukup pengalaman melaksanakan agribisnis dan tidak mempunyai unit khusus untuk itu. Maka, pembinaan teknis dan manajemen agribisnis sangat perlu disertakan dalam paket bantuan kepada LM3, dan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh melalui pendampingan yang intensif oleh tenaga yang kompeten. Pembinaan/bimbingan tidak cukup hanya pada aspek-aspek teknis dan manajemen produksi tetapi juga harus mencakup pasca panen hingga pemasaran dan pengembangan usaha secara keseluruhan, termasuk akses terhadap sumber-sumber permodalan.

Keempat, pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi LM3 yang memperoleh bantuan perlu dilakukan secara terus menerus dan berkala sampai jangka waktu yang ditetapkan untuk pencapaian sasaran. Hal ini dimaksudkan agar arah pembinaan dan pengembangan kegiatan yang dilakukan tetap konsisten terhadap sasaran yang disepakati dan menentukan tindakan koreksi jika diperlukan.
Kelima, apresiasi. Pemberian apresiasi cukup efektif dalam memotivasi setiap pelaku usaha/kegiatan untuk mempunyai kinerja yang terbaik. Penilaian dan pemberian apresiasi dapat dilakukan secara berkala setiap 2-3 tahun sekali terhadap LM3 yang berprestasi dalam pengembangan agribisnis. Untuk itu mungkin dapat dibedakan 3 kategori keberhasilan yaitu pengembangan agribisnis di LM3, pengembangan agribisnis di masyarakat dan agribisnis di LM3 dan masyarakat.
Dalam pada itu, mengingat pengembangan agribisnis pada/melalui LM3 mencakup berbagai komoditi dan meliputi kegiatan-kegiatan mulai dari hulu (on farm) sampai hilir (off farm), maka perlu difikirkan adanya suatu sistem pengelolaan di bawah satu atap, atau paling tidak perlu adanya Tim Koordinasi yang ditunjang oleh suatu sekretariat yang memadai.(Jamil Musanif, ags2006) http://agribisnis.deptan.go.id

Dapat dijadikan agen pembangunan pertanian dan perdesaan;

Menjadikan LM3 sebagai lembaga ekonomi dengan memberdayakan SDM warga santri dan masyarakat sekitarnya dalam mengembangkan agribisnis, dan misi meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil-hasil pertanian dalam pemasaran local dan antar pulau, menciptakan diversifikasi usaha dengan melibatkan masyarakat, meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap warga santri dan warga masyarakat dengan menjunjung nilai sosial dan etika moral, mengembangkan kemitraan dan jaringan kerja sama agribisnis, dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan warga pontren dan warga sekitarnya, Pesantren DI Kanreapia mewujudkannya dengan mengembangkan beberapa jenis kegiatan usaha yaitu adalah budidaya sayuran dataran tinggi, usaha penggemukan ternak sapi, jual beli sayuran dan ternak sapi dan usaha lainnya seperti compressor, penjualan sembako dll.

Informasi :
Bagi peserta pelatihan "Pemanfaatan dan Pengolahan Pupuk Organik Untuk Tanaman Hortikultura" di Lokasi Demoplot LM3 Model GMIM Nafiri, Kel. Bengkol, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, pada Tgl. 28 Januari 2010, yang membutuhkan antara lain :

Komposter Biophosko (alat pengolah pupuk organik), dan Bahan Pengomposan; Aktivator dan Bulking Agent serta penjelasan lebih lanjut termasuk proposal pengembangan usaha sesuai substansi pelatihan tersebut dapat menghubungi kami di :

email : hasrulhoesein@gmail.com atau Contak Person ke :
H.Asrul Hoesein > 085215497331 (Konsultan LM3 Model GMIM Nafiri Manado)
Erisman Panjaitan > 08124424964 (Ketua LM3 Model GMIM Nafiri Manado)

Sukses Go Organik Indonesia 2010 = Jaya Petani Indonesia

Manado, 29 Januari 2010
Program dan R/D
LM3 Model GMIM Nafiri Manado
Sulawesi Utara - Indonesia
CP > 085215497331


LM3 MODEL GMIM NAFIRI MANADO Headline Animator