by: Bambang Prayudi, Teguh Prasetyo, Subiharta, Yulianto, Tri Joko Paryono, Susanti
(Libang, Kementerian Pertanian)
Sistem usaha pertanian di Desa Tarubasan, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten dan sekitarnya didominasi oleh usaha pertanian lahan sawah. Menurut ketercukupan air irigasi sepanjang tahun di desa tersebut terdapat tiga jenis sawah yaitu sawah intensif (70,6 ha), semi intensif (40,8 ha), dan tadah hujan (5,4 ha). Pada sawah intensif semula berpola tanam Padi – Padi – Padi, pada sawah semi intensif berpola tanam Padi – Padi – Jagung / bero, dan pada sawah tadah hujan berpola tanam Tebu / Jagung. Rata-rata produktivitas padi sawah varietas IR64 di desa tersebut mencapai 5,0 t GKP/ha dan varietas Memberamo 6,0 t GKP/ha, sedangkan potensi hasil IR64 sebesar 6,0 t GKG/ha dan Memberamo sebesar 7,5 t GKG/ha; sementara itu rata-rata produktivitas jagung varietas Bisi2 baru mencapai 3,5 – 4,0 t/ha, sedangkan potensi hasilnya sebesar 8,0 t/ha. Dengan demikian masih terdapat peluang untuk meningkatkan produktivitas padi dan jagung di desa tersebut dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Lahan Terpadu (PTT). Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi perubahan lingkungan strategis di sekitar Desa Tarubasan yang menyebabkan perubahan tata guna air yang signifikan. Perubahan yang dimaksud utamanya adalah penggunaan air untuk PDAM, berdirinya usaha air kemasan, dan pengembangan usaha perikanan yang telah menyebabkan pasokan air untuk usahatani sawah menjadi berkurang. Akibatnya lahan sawah intensif menjadi tidak tercukupi kebutuhan airnya sehingga tanaman padi pada musim kemarau menghadapi resiko kegagalan. Keterbatasan air semakin signifikan dengan adanya kebocoran di saluran-saluran irigasi, sementara embung dan sumur air dalam yang ada tidak berfungsi. Untuk mengantisipasi perubahan tersebut perlu melakukan penyesuaian pola tanam. Dengan mempertimbangkan ketersediaan air, maka pola tanam pada lahan sawah intensif disesuaikan menjadi Padi – Padi – Jagung – Kacang Hijau; pada lahan sawah semi intensif menjadi Padi – Jagung – Kacang Hijau; dan pada sawah tadah hujan menjadi Padi – Jagung – Kacang Hijau. Disamping itu beberapa petani dapat diarahkan untuk menjadi penangkar benih padi dan jagung komposit dibawah koordinasi BPSB TPH ataupun bekerja sama dengan pihak swasta dengan prinsip saling menguntungkan. Beberapa petani utamanya di lahan sawah semi intensif telah membuat sumur air dangkal (sumur pantek) untuk mengatasi kekurangan air pada musim kemarau. Cara ini dapat dikembangkan lebih lanjut terutama untuk sawah semi intensif dan sawah tadah hujan. Penyebab lain belum maksimalnya produktivitas padi dan jagung di desa tersebut adalah terjadinya pengurasan unsur hara karena limbah tanaman yang ada tidak dikembalikan ke lahan, melainkan diangkut keluar desa baik oleh penebas maupun pencari pakan ternak. Untuk menciptakan sistem usaha pertanian yang berkelanjutan, meningkatkan pendapatan petani dan berwawasan lingkungan, perlu dikembangkan sistem integrasi tanaman – ternak. Dalam sistem tersebut limbah tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak, sementara limbah kandang dapat dimanfaatkan untuk biogas dan bahan organik yang dihasilkan dikembalikan ke lahan untuk memperbaiki tingkat kesuburannya. Usaha ternak yang potensial adalah usaha ternak sapi potong/bibit. Peningkatan efisiensi usaha ternak (waktu dan biaya usaha) dapat dilakukan melalui introduksi manajemen kandang, pakan, dan bibit. Pengelolaan sistem usaha pertanian terpadu (tanaman – ternak) dapat dilakukan dengan merevitalisasi kelembagaan petani yang telah ada tetapi belum berjalan secara optimal, khususnya Gapoktan dengan tiga kelompok taninya . Kelompok tani yang sudah cukup maju (Nugroho I) perlu ditingkatkan perannya sebagai pendorong bagi kedua kelompok tani (Nugroho II dan III) serta lembaga petani lainnya. Revitalisasi kelembagaan petani juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan tata guna air. Darma Tirta yang sudah ada perlu ditingkatkan perannya dalam memelihara jaringan irigasi dan sistem panen maupun pembagian air. Peran serta petani dalam investasi jaringan irigasi dan pengelolaan embung perlu ditingkatkan lebih lanjut untuk meningkatkan pasokan air irigasi. Secara bertahap usaha off farm (pengolahan hasil dan penyediaan sarana produksi yang selama ini dipasok dari luar desa) serta akses pasar diharapkan dapat dikelola oleh Gapoktan dan lembaga petani lainnya. Dengan pendekatan PTT padi, produktivitas padi dapat meningkat dari rata-rata 5,65 t GKP/ha menjadi 7,05 t GKP/ha atau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,4 t GKP/ha (25 %). Keuntungan yang diperoleh dengan sistem tebasan sebesar Rp 10.753.655,-/ha dengan Revenue/Cost (R/C) = 3,0 dan langsung menerima uang, sedangkan sistem kerjasama prosesing hasil dengan Rice Mill setempat keuntungan sebesar Rp 11.828.655,-/ha dengan R/C = 3,2 hanya saja proses penerimaan uang berkisar seminggu setelah panen. Sementara itu dengan pendekatan PTT jagung, produktivitas jagung meningkat dari rata-rata 4,0 t/ha menjadi 7,51 t/ha (87,7 %). Keuntungan yang diperoleh dengan sistem tebasan sebesar Rp 10.286.300,- dengan R/C = 3,4. Petani setempat tidak biasa menanam kacang hijau, dan dalam pelaksanaan PTT kacang hijau ada yang mengalami kekeringan, sementara yang berhasil panen produktivitasnya baru mencapai 0,8 t/ha. Hasil tersebut masih jauh dari potensi hasilnya sebesar 1,50 t/ha. Keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 5.056.800,- dengan R/C = 1,5. Kegiatan ternak sapi masih dalam pembinaan bagi para peternak untuk dapat menguasai inovasi teknologi maupun kelembagaannya. Kata Kunci : Penerapan Model – SUP Terpadu – Lingkungan
--------------------------------------------------------
Info sekaitan Pertanian Terpadu dengan Pengembangan Pola Pertanian Berbasis Bebas Sampah:
Silakan Kontak: 085215497331 (H.Asrul Hoesein) atau email ke Klik di SINI.
Konsultan LM3 Model GMIM Nafiri Manado, Sulawesi Utara
PT. Cipta Visi Sinar Kencana, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Anda Telah Memberi Komentar, Saran dan Kritik...Sukses